Disusun Oleh : Rinawati, STKIP Muhammadiyah Bogor
BAB I PENGERTIAN
AL QUR’AN
A. Pengertian
Al-Quran Secara Etimologi ( Bahasa )
1. Al-Lihyani
Al- Quran merupakan nama bagi firman Allah yang diturunkan
Kepada nabi kita Muhammada SAW
1. Az-Zujaj
Al-Quran merupakan nama bagi firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi yang menghimpun
surat-surat , dan kisah-kisah, juga
perintah dan larangan atau
menghimpun intisari kitab-kitab suci sebelumnya,
1.
Al-asya`ri
Al-Quran adalah kumpulan yang terdiri atas ayat-ayat
yangsaling menguatkan danterdapat kepemimpinan antara ayat satu dengan ayat
lainnya.
2. Al-
Farra
Al-Quran dalah kumpulan yang terdiri atas ayat-ayat yang
saling menguatkan dan
dan terdapat klemiripan antara yang satu dengan yang lainnya
e. Pendapat Lain
Al-Quran adalah himpunan intisari kitab-kitab Allah yang
lain bahkan
seluruh ilmu yang ada
B.Pengertian Al-Quran
Secara Terminologi ( Istilah )
1. a. Al-
Jurajani :
Al- Quran adalah kitab Allah yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw ditulis dalam mushaf dan diriwayatkan secara mutawatir tanpa
keraguan
2. Manna
al-Qatthan :
Al-Quran adalah kiatb ynag diturunkan Allah kepada Nabi
uhammad SAW dan orang yang membacanya
akan memperoleh pahal
3. Abu
Syahbah :
Al-Quran adalah kitab yang diturunkan baik lafaz atau makna
kepada Nabi terakhir, diriwayatkan secara mutawatir (penuh kepastian dan
keyakinan) ditulis pada mushaf dari
surah Al- Fatihah sampai surah An-Nas.
4. Pakar
Ushul Fiqh, dan Bahasa Arab :
Al-Quran adalah kitab yang diturunkan kepada Nabi Nya,
lafaznya dengan mengandung mukjizat ,
membacannya mepunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawatir dan ditulis pada mushaf
BAB II SEJARAH TURUNNYA AL QUR’AN
a. Metode
Turunnya Wahyu Al Qur’an
Al-Quran turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari 17
Ramazan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah Haji wada`tahun 63 dari
kelahiran Nabi atau 10 H Al-Quran turun melalui tiga tahap yaitu :
1. Al Quran
turun sekaligus dari Allah ke Lukh mahfudh
2. Al- Quran
turun dari laukh mahfudh ke bait Al- izzah (tempat yang berada dilangit dunia
3. Al-Quran
turun dari bait Al- izzah ke hati Nabi melalui perantara Jibril dengan
berangsur-angsur, kadang satu ayat, dua ayat, bahkaan satu surat
Hikmah Diturunkan Al-Quran Secara Berangsur-Angsur yaitu :
Memantapkan Hati Nabi
1. Menentang
dan melemahkan para penantang Al-Quran
2. Memudahkan
untuk di hafal dan di pahami
3. Mengikuti
setiap kejadian (yang menyebabkan turunnya Al-Quran)
4. Membuktikan
dengan pasti bahwa Al-Quran turun dari Allah yang Maha Bijaksana
b. Metode Penulisan Al Qur’an
Pada masa nabi, wahyu yang diturnakan oleh Allah kepadanya
tidak hanya di eksprersikan dalam betuk hafalan tapi juga dalam bentuk tulisan.
Sekretaris pribadi nabi yang bertugas mencatat wahyu yaitu
Abu Bakar, Umar bin Kahtab, Khalid Bin Walid dan Mua`wiyah Bin Abi Sofyan.
Mereka menggunakan alat tulis sederhana yaitu lontaran kayu, pelepah kurma.,
tulang-belulang, dan batu.
Faktor yang mendorong penulisan Al-Quran pada masa Nabi
yaitu membukukan hafalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para Sahabat dan mempersentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna
1. Penulisan
Al Qur’an Pada Masa Khulafaurrasyidin
Pada masa Khalifah Abu Bakar beliau memerintahkan untuk
mengumpulkan wahyu-wahyu yang tersebar, kedalam satu mushaf, Usaha pengumpulan
ini dilakukan setelah terjadi perang Yamamah pada 12 H yang telah menggugurkan
nyawa 70 orang penghafal Al-Quran.
Akibat dari kekhawatiran atas kelestarian Al-Quran , maka dipercayakan
Zaid bin tsabit untuk mengumpulkan wahyu tersebut. Usaha pengumpulan tersebut
selesai dalam waktu ± 1 tahun yaitu pada 13 H.
Kemudian pada masa khalifah Usman bin Affan terjadi
perselisihan paham tentang perbedaan cara baca Al-Quran yang sudah berada pada
titik yang menyebabkab umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya menyebabkan
perselisihan . Akibat peristiwa tersebut , timbul lah inisiatif khaalifah Usman
untuk mengumpulkan Al-Quran. Orang yang melakukan resensi Al-Quran adalah ;
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said bin Alsh dan Abdurrahman bin Al-
Harish .
Dengan demikian suatu naskah absah Al-Quran yang disebut
Mushaf Usmani telah diterapakan dan salinan nya di bagi beberapa wilayah utama
daerah Islam
2. Penyempurnaan
Penullisan Al Qur’an Setelah Masa
Khalifah
Mushaf yang ditulis pada masa khalifah Usman tidak memiliki
harakat dan tanda titik, sehingga orang non arab yang memeluk Islam merasa
kesulitan membaca mushaf tersebut
Oleh karena itu pada masa khalifah Abd Al-Malik ( 685-705 )
dilakukan penyempurnaan oleh dua tokoh berikut :
1.
Ubaidilllah bin ziyad, beliau melebihkan alif sebagai pengganti dari huruf yang
di buang
2.
Al-Hajjad bin yusuf Ats- Tsaqafi, beliau
menyempurnakan mushaf Usmani pada sebelas tempat yang memudahkan pembaca
mushaf,
3. Abu
Al-Aswad Ad- Du`Ali , Yahya Bin Ya`Mar, Nashr Bin Asyim Al-Laits sebagai orang yang pertama kali meletakkan
tanda titik pada mushaf Usmani.
4. al-Khalid
bin Ahmad Al- Farahidi Al-Azdi , beliau orang yang pertama kali meletakkan
hamzah , tasdid, arrum dan Al-Isyamah adalah .
3. Proses
Pencetakan Al-Quran
Berikut ini urutan proses pencetakan Al Qur’an ;
1. Pertama kali di
cetak di Bundukiyyah pada 1530 M
2. Hinkalman pada masa 1694 M di Hamburg ( jerman )
3. Meracci pada 1698 M di paduoe
4. Maulaya Usman di sain Peter buorgh, Uni Sovyet ( Label Islami
)
5. Terbit cetakan di Kazan
6. Iran pada 1248 H / 1828 kota Taheran
7. Ta`di Tabriz pada 1833
8. Ta`di leipez, Jerman pada 1834
BAB III KEMUKJIZATAN AL QUR’AN
Al-Qur`an sebagai kitab samawi terakhir yang diberikan
kepada Muhammad sebagai penuntun dalam rangka pembinaan umatnya sangatlah
fenomenal. Lantaran di dalamnya sarat nilai-nilai yang unik, pelik dan rumit
sekaligus luar biasa. Hal ini lebih disebabkan karena eksistensinya yang tidak
hanya sebagai ajaran keagamaan saja, melainkan ajaran kehidupan yang mencakup
total tata nilai semenjak hulu peradaban umat manusia hingga hilirnya. Diantara nilai-nilai tersebut adalah pada
aspek kebahasaannya, isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung
didalamnya. Saking pelik, unik, rumit dan keluar biasanya tak pelak ia menjadi
objek kajian dari berbagai macam sudutnya, yang darinya melahirkan ketakkjuban
bagi yang beriman dan cercaan bagi yang ingkar.
Namun demikian, seiring dengan waktu dan kemajuan
intelkstualitas manusia yang diikuti dengan perkembangan ilmu pengetahuan
modern, sedikit demi sedikit nilai-nilai tersebut dapat terkuak dan berpengaruh
terhadap kesadaran manusia akan keterbatasan dirinya, sebaliknya mengokohkan
posisi Al-Qur`an sebagai kalam Tuhan yang Qudus yang berfungsi sebagai petunjuk
dan bukti terhadap kebenaran risalah yang dibawa Muhammad. Serentetan nilai
Al-Qur`an yang unik, pelik, rumit sekaligus luar biasa hingga dapat menundukkan
manusia dengan segala potensinya itulah yang lazimnya disebut dengan MUKJIZAT.
1. Pengertian
Mukjizat
Kata “Mukjizat” menurut Quraish Shihab berasal dari bahasa
Arabأعجز yang berarti
“melemahkan atau menjadikan tidak mampu”, sedangkan ة“” ta’ marbutah pada kata
معجزة menunjukkan makna
mubalaghoh (superlative)
1. Menurut kamus besar Purwo Darminto adalah “kejadian
ajaib/luar bisaa yang sukar dijangkau oleh kemampuan manusia”2. Sedangkan
menurut pakar agama Islam adalah “suatu hal atau peristiwa luar bisaa yang
terjadi melalui seorang yang disebut Nabi, sebagai bukti kenabiannya yang di
tantangkan pada yang meragukan, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa,
namun mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut”.3 Manna’ Khalil Al-Qattan
menjelaskan bahwa pengertian “Kelemahan” secara umum ialah ketidakmampuan
mengerjakan sesuatu, sehingga nampaklah kemampuan dari “mu’jis”(sesuatu yang
melemahkan). Dan kata I’jas dalam konteks ini adalah menampakkan kebenaran Nabi
dalam pengakuannya sebagai seorang Rasul dengan menampakkan kelemahan orang
Arab beserta generasi-generasi setelahnya untuk menghadapi mu’jizatnya yang
abadi( Al-Qur`an).4
Dari definisi tersebut di atas dapat diturunkan beberapa
pengertian diantaranya:
1. Kejadian
luar bisaa yang “sukar” dijangkau oleh kemampuan manusia, pertanyaan yang
muncul adalah sejauh mana ke-luar bisaaan mukjizat? Dan kata “sukar” pada
definissi diatas menimbulkan probability tentang adanya kemungkinan bahwa
manusia akan bisa sampai pada maqom sukar tersebut, bila demikian masihkah
disebut mu’jizat?. Dalam bukunya yang berjudul “Mukjizat Al-Qur`an” Quraish
Shihab menjelaskan bahwa kejadian luar bisaa yang dimaksud adalah sesuatu yang
berada diluar jangkauan sebab dan akibat yang terdapat secara umum pada hukum-hukum
alam (sunatullah) yang diketahui oleh manusia5. Namun demikian penulis lebih
berpendapat bahwa semua keajaiban yang terjadi di alam termasuk mukjizat
semuanya adalah rasional artinya bahwa sebenarnya akal mampu menerima kebenaran
logis terhadap mukjizat. Hal ini didasarkan pada beberapa ayat dalam Al-Qur`an
yang menjelaskan tentang peristiwa-peristiwa yang gaib termasuk konsekuensi
dari pahala dan dosa yang akan diterima oleh manusia besuk di hari pembalasan
tetapi kenyataannya banyak manusia tidak percaya, tepatnya dalam QS: Yunus: 39
6 . Dalam pengertian lain bahwa
pengetahuan manusia tentang hukum sebab-akibat yang terdapat di alam hanyalah
sebagian kecil dari hukum-hukum sebab akibat yang ada dalam pengetahuan Tuhan.
Sebagai contoh adalah untuk mendapatkan hasil angka 7 bisa melalui 4+3 = 7
(hukum alam yang dapat diketahui manusia), sedangkang masih banyak sebab-akibat
dari hasil angka 7 yang tidak dapat diketahui manusia karena keterbatasan
pengindraan. Misalnya 3+3+1=7, (2×2)+3=7, 10-3=7, 100-99+(2×2)+2=7 dst, yang
semua sebab-akibat tersebut ditunjukkan oleh Tuhan maka manusia akan mampu
memahaminya. Oleh karena itu termasuk kata “sukar” di atas kurang tepat. Karena
yakin bahwa manusia dibatasi oleh hukum-hukum alam yang melekat pada dirinya. Tetapi
seandainya Allah memberikan penjelasan maka akal akan mampu menerima kebenaran
tersebut, namun kenyataannya Allah tak memberikan penjelasan karena ada
tujuan-tujuan tertentu yang tak mudah kita pahami.
2. Melemahkan,
istilah ini juga menggoda pada kita untuk mengkaji ulang. Diantara pendapat
datang kaum Sirfah Abu Ishaq Ibrahim An-Nizam dan pengikutnya dari kaum syi’ah
seperti al-Murtadha mengatakan bahwa kemukjizatan Al-Qur`an adalah dengan cara
shirfah (pemalingan). Artinya bahwa Allah memalingkan orang-orang Arab untuk
menantang Qur’an, padahal sebenarnya mereka mampu, maka pemalingan inilah yang
luar bisaa yang selanjutnya pendapat ini di habisi oleh Qadi Abu bakar
al-Baqalani ia berkata: “kalau yang luar bisaa itu adalah shirfah maka kalam
Allah bukan mukjizat melainkan Shirfah itu sendiri yang mukjizat” dengan
berlandasan pada QS. Al-Isra’:88. 7. Berbeda dengan pendapat kaum sirfah,
penulis lebih memandang melalui kaca mata dilalah siyaqiyah, bahwa makna
“melemahkan-dilemahkan ” cenderung mengarah pada konteks menang dan kalah. Hal
inilah yang menurut penulis kurang etis. Dan ternyata kata melemahkan معجزة) يعجز–(أعجز tidak terdapat dalam
Al-Qur`an. kalimat yang digunakan adalah أيت
(tanda-tanda) dan بينات
(penjelasan) yang dari kedua kata tersebut menurut Prof. DR. H. Said Aqil
Munawar, MA. mempunyai dua pengertian pertama; pengkabaran Ilahi (QS.3:118,
252/QS.6:4/ QS10:7dan QS.2:159/ QS 3:86/ QS 10:150). Kedua; tanda-bukti yang
termasuk digolongkan mukjizat (QS.3:49/ QS.7:126/ QS.40:78/ QS.27:13 dan
QS.7:105/ QS.16:44/ QS.20:72)8. yang menurut penulis sebenarnya jauh dari makna
melemahkan atau bahkan mengalahkan.
3. Dibawa
oleh seorang nabi. Seandainya peristiwa luar bisaa tersebut terjadi bukan pada
nabi meskipun secara fungsi ada kesamaan dengan mukjizat, bisakah disebut
mukjizat?. Dalam buku yang sama Quraish Shihab menjelaskan, selain yang membawa
nabi kejadian luar bisaa tersebut bukan dinamakan mukjizat. Beliau menambahkan
kalau terjadi pada seseorang yang kelak akan menjadi nabi maka disebut Irhash,
adakalanya terjadi pada hamba Allah yang taat yang disebut karomah, dan apabila
terjadi pada hamba yang durhaka disebut Istidroj (rangsangan untuk lebih
durhaka) atau Ihanah (penghinaan)9. Semua peristiwa tersebut adalah merupakan
tanda-tanda dan bukti atas kebesaran Allah agar siapapun yang menyaksikannya
baik melalui akal maupun hatinya dapat beriman kepada Allah.
1. Sebagai
Bukti Kerasulan. Kata “bukti” menyangkut
percaya dan tidak percaya, seandainya seseorang telah percaya pada rasul bahwa
Ia adalah utusan Allah, adakah masih disebut mukjizat?. Dari definisi
mukkjizat, makna “bukti atau tanda” inilah yang paling utama bukan lemah dan
melemahkan karena tujuan risalah (kerasulan) adalah agar seseorang mampu
memahami dan meyakini bahwa risalah tersebut benar-benar dari Zat yang Maha
Kuasa yaitu Allah SWT. Adapaun bagi mereka yang sudah percaya terhadap
kerasulan Nabi beserta apa yang disampaikannya yang berupa wahyu dari Tuhan
maka peristiwa luar bisaa tersebut tetap disebut mukjizat. Sebab dimensi lain
makna mukjizat(ketidak mampuan akal) tetap berlaku pada orang yang sudah
percaya tersebut. Oleh karena itu fungsinya disamping sebagai “bukti” juga
merupakan penjelasan dan pemantapan terhadap keyakinan seseorang.
2. Mengandung
Tantangan. Memang kebanyakan ulama
diantara misalnya Syahrur juga melihat QS. Al-Isra’: 88 mengandung tantangan
dan tantangan tersebut berakhir pada kelemahan mu’jas10, namun hemat penulis
bahwa sebenarnya Allah tidak hendak menantang orang-orang kafir. Bagaimana bisa
Tuhan menantang mahluknya jelas inpossible, karena maksud dan tujuannya bukan
untuk menantang. Dalam ilmu dilaliyah, conten analisis perlu meneropong gaya
penuturan Autor, misalnya kalimat ” ayo kalau berani !” ( kondisi marah)
mempunyai makna tantangan, sedangkan ” ayo kalau berani ” (kodisi tersenyum)
bermakana menguji.
2. Makna
Kemujizatan Al-Qur`an
Berdasarkan sifatnya, mukjizat (Al-Qur`an) yang diberikan
kepada nabi Muhammad SAW. sangatlah berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang
diberikan kepada nabi-nabi terdahulu. Jika para nabi sebelumnya bersifat
hissiy-matrial sedangkan Al-Qur`an bersifat maknawi / immateri. Perbedaan
tersebut bertolak pada dua hal mendasar yaitu pertama, para nabi sebelum
Muhammad SAW. ditugaskan pada masyarakat dan masa tertentu. Oleh karenanya
mukjizat tersebut hanya sementara. Sedangkan Al-Qur`an tidak terbatas pada
masyrakat dan masa tertentu sehingga berlaku sepanjang masa. Kedua, secara
historis-sosiologis dalam pemikirannya manusia mengalami perkembangan. Auguste
Comte(1798-1857) –sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab- ia berpendapat bahwa
pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami tiga fase. Pertama Fase
keagamaan, dikarenakan keterbatasan pengetahuan manusia ia mengembalikan
penafsiran semua gejala yang terjadi pada kekuatan Tuhan atau dewa yang
diciptakan dari benaknya. Kedua fase metafisika, yaitu manusia berusaha
menafsirkan gejala yang ada dengan mengembalikan pada sumber dasar atau awal
kejadiannya. Ketiga fase ilmiah, dimana manusia dalam menafsirkan gejala atau fenomena
berdasarkan pengamatan secara teliti dan eksperimen sehingga didapatkan
hukum-hukum yang mengatur fenomena tersebut11. Posisi Al-Qur`an sebagai
mukjizat adalah pada fase ketiga dimana ditengarahi bahwa potensi pikir-rasa
manusia sudah luar biasa sehingga bersifat universal dan eternal.
Umumnya mukjizat para rasul berkaitan dengan hal yang
dianggap bernilai tinggi dan sebagai keunggulan oleh masing-masing umatnya pada
masa itu. Misalnya pada zaman nabi Musa lagi ngeternnya tukang sihir, maka
mukjizatnya sebagaimana tertera dalam QS. Al-a’raf: 103-126, As-Su’ara’: 30-51,
dan Thoha: 57-73. pada nabi Isa adalah zaman perdukunan / tabib maka
mukjizatnya adalah seperti pada QS. Ali Imran: 49 dan Al-Maidah: 110. Dan pada
zaman Muhammad lagi marak-maraknya sastra sehingga mukjizat yang mach adalah
Al-Qur`an12. Dari sinilah sebagian ulama berpendapat bahwa kemukjizatan
Al-Qur`an yang utama saat itu adalah kebahasaan dan kesastraannya di samping
isi yang terkandung di dalamnya.
3. Kemukjizatan
Al-Qur`an dari aspek Bahasa dan Sastra
Dari segi kebahasaan dan kesastraannya Al-Qur`an mempunyai
gaya bahasa yang khas yang sangat berbeda dengan bahasa masyarakat Arab, baik
dari pemilihan huruf dan kalimat yang keduanya mempunyai makna yang dalam.
Usman bin Jinni(932-1002) seorang pakar bahasa Arab -sebagaimana dituturkan
Quraish Shihab- mengatakan bahwa pemilihan kosa kata dalam bahasa Arab bukanlah
suatu kebetulan melainkan mempunyai nilai falsafah bahasa yang tinggi13.
Kalimat-kalimat dalam Al-Qur`an mampu mengeluarkan sesuatu yang abstrak kepada
fenomena yang konkrit sehingga dapat dirasakan ruh dinamikanya, termasuk
menundukkan seluruh kata dalam suatu bahasa untuk setiap makna dan imajinasi
yang digambarkannya. Kehalusan bahasa dan uslub Al-Qur`an yang menakjubkan
terlihat dari balgoh dan fasohahnya, baik yang konkrit maupun abstrak dalam
mengekspresikan dan mengeksplorasi makna yang dituju sehingga dapat komunikatif
antara Autor(Allah) dan penikmat (umat)14.
Kajian mengenai Style Al-Qur`an, Shihabuddin menjelaskan
dalam bukunya Stilistika Al-Qur`an, bahwa pemilihan huruf dalam Al-Qur`an dan
penggabungannya antara konsonan dan vocal sangat serasi sehingga memudahkan
dalam pengucapannya. Lebih lanjut –dengan mengutip Az-Zarqoni- keserasian
tersebut adalah tata bunyi harakah, sukun, mad dan ghunnah(nasal). Dari paduan
ini bacaan Al-Qur`an akan menyerupai suatu alunan musik atau irama lagu yang
mengagumkan. Perpindahan dari satu nada ke nada yang lain sangat bervariasi
sehingga warna musik yang ditimbulkanpun beragam. Keserasian akhir ayat
melebihi keindahan puisi, hal ini dikarenakan Al-Qur`an mempunyai purwakanti
beragam sehingga tidak menjemukan. Misalnya dalam surat Al-Kahfi(18: 9-16) yang
diakhiri vocal “a” dan diiringi konsonan yang berfariasi, sehingga tak aneh
kalau mereka (masyarakat Arab) terenyuh dan mengira Muhammad berpuisi. Namun
Walid Al-mughiroh membantah karena berbeda dengan kaidah-kaidah puisi yang ada,
lalu ia mengira ucapan Muhammad adalah sihir karena mirip dengan keindahan
bunyi sihir (mantra) yang prosais dan puitis. Sebagaimana pula dilontarkan oleh
Montgomery Watt dalam bukunya “bell’s Introduction to the Qoran” bahwa style
Quran adalah Soothsayer Utterance (mantera tukang tenung), karena gaya itu
sangat tipis dengan ganyanya tukang tenung, penyair dan orang gila.15 Terkait
dengan nada dan lagam bahasa ini, Quraish Shihab mngutip pendapat Marmaduke
-cendikiawan Inggris- ia mengatakan bahwa Al-Qur`an mempunyai simponi yang
tidak ada taranya dimana setiap nada-nadanya bisa menggerakkan manusia untuk
menangis dan bersuka cita. Misalnya dalam surat An-Naazi’at ayat 1-5. Kemudian
dilanjutkan dengan lagam yang berbeda ayat 6-14, yang ternyata perpaduan lagam
ini dapat mempengaruhi psikologis seseorang.16
Selain efek fonologi terhadap irama, juga penempatan
huruf-huruf Al-Qur`an tersebut menimbulkan efek fonologi terhadap makna,
contohnya sebagaimana dikutip Shihabuddin Qulyubi dalam bukunya Najlah “Lughah
Al-Qur`an al-karim fi Juz ‘amma”, bunyi yang didominasi oleh jenis konsonan
frikatif (huruf sin) memberi kesan bisikan para pelaku kejahatan dan tipuan,
demikian pula pengulangan dan bacaan cepat huruf ra’ pada QS. An-Naazi’at
menggambarkan getaran bumi dan langit. Contoh lain dalam surat Al-haqqah dan
Al-Qari’ah terkesan lambat tapi kuat, karena ayat ini mengandung makna
pelajaran dan peringatan tentang hari kiyamat.17
Dari pemilihan kata dan kalimat misalnya, Al-Qur`an
mempunyai sinonim dan homonym yang sangat beragam. contohnya kata yang
berkaitan dengan perasaan cinta. علق
diungkapkan saat bertatap pandang atau mendengar kabar yang menyenangkan,
kemudian jika sudah ada perasaan untuk bertemu dan mendekat menggunakan ميل, seterusnya bila sudah ada
keinginan untuk menguasai dan memiliki dengan ungkapan مودة, tingkat berikutnya محبة, dilanjutkan dengan خلة, lalu الصبابة
, terus الهوى , dan bila
sudah muncul pengorbanan meskipun membahayakan diri sendiri namanya العشق , bila kadar cinta telah
memenuhi ruang hidupnya dan tidak ada yang lain maka menjadi التتيم , yang semua itu bila
berujung pada tarap tidak mampu mengendalikan diri, membedakan sesuatu maka
disebut وليه .18 yang
semua kata-kata tersebut mempunyai porsi dan efek makna masing-masing. Meminjam
bahasanya Sihabuddin disebut lafal-lafal yang tepat makna artinya pemilihan
lafal-lafal tersebut sesuai dengan konteksnya masing-masing. Misalanya, dalam
menggambarkan kondisi yang tua renta (Zakaria) dalam QS. Maryam: 3-6, Wahanal
‘Azmu minni bukan Wahanal lahmu minni. Juga Wasyta’alar-ra’su syaiba (uban itu
telah memenuhi kepala) bukan Wasyta’alas- syaibu fi ra’si (uban itu ada di
kepala).19
Masih dalam konteks redaksi bahasa Al-Qur`an berlaku pula
deviasi(penyimpangan untuk memperoleh efek lain) misalnya dalam QS.
Asy-Su’ara’, ayat 78-82. Pada ayat 78, 79 dimulai dengan lafal allazi, pada
ayat 80 dimulai waidza, namun pada ayat 81, 82 kembali dengan allazi, dan fail
pada ayat 78,79,81,82 adalah Allah, sedang pada ayat 80 faiilnya orang pertama
(saya) tentu kalau di’atofkan pada ayat 78,79,81,82 maka terjadi deviasi
pemanfaatan pronomina hua (هو).
Lafal yahdiin, yumiitunii wa yasqiin dan yasfiin tanpa didahului promnomina
tersebut. Pengaruh dan efek deviasi yang ditimbulkan adalah munculnya variasi
struktur kalimat sehingga kalimat-kalimat tersebut tersa baru dan tidak
menjemukan20.
Selain itu keseimbangan redaksi Al-Qur`an telah membuat
takjub para pemerhati bahasa, baik keseimbangan dalam jumlah bilangan kata
dengan antonimnya, jumlah bilangan kata dengan sinonimnya, jumlah kata dengan
penyebabnya, jumlah kata dengan akibatnya, maupun keseimbangan-keseimbangan
yang lain(khusus). Misalnya الحياة
dan الموت masing-masing
sebanyak 145 kali. النفع
dan الفساد sebanyak 50
kali dan seterusnya. Kata dan sinonimnya misalnya, الحرث dan الزراعة
sebanyak 14 kali,العقل
dan النور sebanyak 49
kali dan lain sebagainya. Kata dengan penyebabnya misalnya, الاسرى (tawanan) dan الحرب sebanyak 6 kali, السلام dan الطيبات sebanyak 60 kali dan
lain-lainnya. Kata dan akibatnya contohnya, الزكاة
dan البركات sebanyak 32
kali,الانفاق dan الرضا sebanyak 73 kali.21
Secara umum Said Aqil merangkum keistimewaan Al-Qur`an
sebagai berikut:
1. Kelembutan
Al-Qur`an secara lafziyah yang terdapat dalam susunan suara dan keindahan
bahasa.
2. Keserasian
Al-Qur`an baik untuk orang awam maupun cendekiawan.
3. Sesuai
dengan akal dan perasaan, yakni Al-Qur`an memberi doktrin pada akal dan hati,
serta merangkum kebenaran serta keindahan sekaligus.
4. Keindahan
sajian serta susunannya, seolah-olah suatu bingkai yang dapat memukau akal dan
memusatkan tanggapan dan perhatian.
5. Keindahan
dalam liku-liku ucapan atau kalimat serta beraneka ragam dalam bentuknya.
6. Mencakup
dan memenuhi persyaratan global(ijmali) dan terperinci (tafsily).
7. Dapat
memahami dengan melihat yang tersurat dan tersirat.22
Semua data-data yang penulis paparkan, hanyalah sekelumit
kandungan kemukjizatan dari sisi kebahasaan dan tentunya masih banyak hal
terkait dengan kontek ini yang tak mungkin penulis bahas. Singkat kata bahwa
ditinjau dari kebahasaan Al-Qur`an mempunyai kandungan makna luar bisa baik
pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar keduanya, efek fonologi terhadap
nada dan irama yang sangat berpengaruh terhadap jiwa penikmatanya atau efek
fonologi terhadap makna yang ditimbulkan serta deviasi kalimat yang sarat
makna. Sehingga tak heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek
simbul yang sangat komunikatif lagi fenomenal. Eksistensinya yang sedemikian
luarbisa, membuat bangsa Arab khususnya saat itu bertekuk lutut dan tak mampu
berbuat apa-apa.
4. Kemukjizatan Al-Qur`an dari Aspek Isyarat Ilmiah
Selain keistimewaan pada kebahasaan, Al-Qur`an juga
mempunyai isyarat-isyarat ilmiyah yang sebagian ulama menganggap sebagai bentuk
kemukjizatan Al-Qur`an. Diantara isyarat-isyarat itu adalah bagaimana Al-Qur`an
berbicara tentang reproduksi manusia. Setidaknya ada beberapa ayat yang
menjelaskan proses kejadian manusia yang berasal dari Nutfah (air mani), yaitu
surat Al-Qiyamah (75:36 -39):
Artinya :
(36) Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu
saja (tanpa pertanggung jawaban)? (37)
Bukankah dia dahulu setetes mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim) (38)
Kemudian mani itu menjadi segumpal darah, lalu Allah menciptakannya, dan
menyempurnakannya (39) Lalu Allah menjadikan daripadanya sepasang: laki-laki
dan perempuan.
Surat An-. Najm (53: 45-46):
¼çm¯Rr&ur t,n=y{ Èû÷üy_÷r¨“9$# tx.©%!$#
4Ós\RW{$#ur ÇÍÎÈ
`ÏB >pxÿôÜœR
#sŒÎ) 4Óo_ôJè? ÇÍÏÈ
Artinya :
(45) Dan bahwasanya
Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan pria dan wanita. (46) Dari air mani,
apabila dipancarkan
Surat Al-Waqi’ah (56: 58-59)
Artinya :
58. Maka Terangkanlah kepadaku tentang nutfah yang kamu
pancarkan.
59. Kamukah yang menciptakannya, atau kamikah yang
menciptakannya?
Ayat-ayat di atas pada zaman modern sesuai dengan penemuan
para ahli genetika bahwa air mani yang menyembur dari laki-laki mengandung
200.000.000 lebih sel sperma yang salah satu darinya akan menembus rahim dan
membuahi ovum. Dalam konsep tersebut bahwa sel sperma mempunyai kromosum yang
dilambangkan hurup XY, sedangkan perempuan XX. Apabila sel sperma yang
berkromosum X lebih dominan maka akan lahir perempuan sedang apabila yang lebih
dominan Y maka akan lahir laki-laki. Barang kali inilah penjelasan sementara
tentang informasi ayat ke 39 surat Al-Qiyamah. Kemudian setelah ovum terbuahi
akan menjadi zigot atau yang dalam ayat ke 38 disebut ‘Alaqoh.23
Selain itu, Al-Qur`an juga mengisyaratkan tentang kejadian
alam semesta, bahwa langit dan bumi tadinya merupakan satu gumpalan seperti
digambarkan dalam QS. Al-Anbiya`21: 30.
Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui
bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, Kemudian
kami pisahkan antara keduanya. dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang
hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?
Pada tahun 1929 Edwin P. Hubbel (1889-1953) mengadakan
observasi yang menunujukkan adanya pemuaian alam semesta. Hal ini sesuai dengan
QS. Azdariyat ayat 57 bahwa alam semesta berekspansi bukan statis sebagaimana
diduga Enstin. Ekspansi itu melahirkan sekitar seratur milyar galaksi yang
masing-masing mempunyai 100 milyar bintang. Pada awalnya semua benda-benda
langit tersebut merupakan gumpalan gas padat terdiri dari proton dan neutron
yang mempunyai kisaran secara teratur, dan pada derajat temperature tertentu
gumpalan tersebut meledak yang proses ini lazimnya disebut Big Bang.24
Diantara isyarat ilmiyah lain adalah gunung. Secara
eksplisit kata gunung dalam Al-Qur`an disebutkan sebanyak 39 kali dan secara
implisit terdapat 10 kali. Dari 49 ayat tersebut 22 diantaranya menggambarkan gunung
sebagai pasak atau pancang bumi. Misalnya dalam surat An Naba` 78:7
Artinya : Dan gunung-gunung sebagai pasak.
Begitu juga dalam QS. 13:3, 15:19, 16:15, 21:31, 27:61,
31:10, 50:7, 77:27 dan 79:32.
Fakta-fakta mengenai gunung, baru tersingkap oleh para pakar
pada akhir tahun 1960-an, bahwa gunung mempunyai akar, dan peranannya dalam
menghentikan gerakan menyentak horizontal lithosfer, baru dapat difahami dalam
kerja teori lempengan tektonik(plate tetonics). Hal ini dapat dimengerti karena
akar gunung mencapai 15 kali ketinggian di permukaan bumi sehingga mampu
menjadi stabilisator terhadap goncangan dan getaran.25
Lebih lanjut Airy(1855) mengatakan bahwa lapisan di bawah
gunung bukanlah lapisan yang kaku melainkan gunung itu mengapung pada lautan
bebatuan yang lebih rapat. Namun demikian massa gunung yang besar tersebut
diimbangi defisiensi massa dalam bebatuan sekelilingnya di bawah gunung dalam
bentuk akar. Akar gunung memberikan topangan buoyancy serupa dengan semua benda
yang mengapung. Ia menggambarkan kerak bumi yang berada di atas lava dapat
dibandingkan dengan kenyataan sehari-hari yaitu seperti rakit kayu yang
mengapung di atas air, dimana permukaan rakit yang mengapung lebih tinggi dari
permukaan lainnya juga mempunyai permukaan yang lebih dalam. Dengan demikian
permukaan bumi tetap dalam Equilibrium Isostasis, artinya bawa permukaan bumi
berada dalam titik keseimbangan akibat perbedaan antara Volume dan daya
grafitasi.26
Masih banyak lagi isyarat-isyarat ilmiyah yang disinggung
Al-Qur`an misalnya tentang kejadian awan, sistem kehidupan lebah,
tumbuhan-tumbuhan yang berklorofil dan seterusnya, yang semua itu merangsang
terhadap adanya pembuktian-pembuktian secara empiris dan rasionalis. Dan
semakin bukti-bukti itu terkuak semakin nyatalah kebenaran Al-Qur`an bahwa ia
bukan buatan Muhammad. Bagaimana mungkin seorang Muhammad yang 14 abad silam
tak mengenal pendidikan tidak bisa baca-tulis mampu menjelaskan hal itu semua.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana posisi kebenaran
ilmiyah terhadap isyarat-isyarat ilmiyah Al-Qur`an?. Satu hal yang harus
dipahami adalah bahwa Al-Qur`an bukanlah buku kumpulan teori ilmiyah, ia lebih
merupakan suatu petunjuk untuk menuju pada tujuan yang benar. Apabila kita
menganalisa sedikit ayat-ayat diatas bahwa Al-Qur`an tidak hanya berhenti pada
isyarat ilmiyah tetapi lebih pada bagaimana setelah manusia itu memahami dan
mengerti terhadap isyarat-isyarat ilmiyah tersebut. Adapun ke-ilmiyah-an
Al-Qur`an hanya sebatas juklak agar tujuan-tujuan Tuhan lebih komunikatif dan efektif.
Sehingga ada perbedaan mendasar atas ke-ilmiyah-an Al-Qur`an dan
“ke-ilmiyah-an” dalam pengetahuan manusia. Sehingga dapat di analogkan
ke-ilmiyah-an Al-Qur`an adalah peta dan “ke-ilmiyah-an” manusia adalah proses
penelusuran jejak-jejak tersebut, oleh karenanya hanya bersifat justifikasi
andaikata benar. Sebab sevalid apapun ke-ilmiyah-an manusia ia tetap tunduk
pada hukum-hukum dan teori-teori ke-probabilitas-an manusia yang notabene
bersifat serba terbatas.
5. Kemukjizatan Al-Qur`an Dari Aspek Kisah-kisah Purba
Diantara hal yang menarik dari Al-Qur`an adalah bahwa
Al-Qur`an memuat beberapa cerita kaum-kaum terdahulu, hingga jauh ke hulu
sejarah peradaban umat manusia yang tak mungkin buku sejarah manapun mampu
mengcover secara akurat. Memang Al-Qur`an tidak memaparkan secara
kronologis-histories, karena memang Al-Qur`an bukanlah buku sejarah. Al-Qur`an
menggunakan sejarah purba tersebut hanya sebagai icon terhadap sebuah fenomena
tertentu dengan maksud dan tujuan tertentu. Sehingga starting pointnya dalam
memahami kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur`an bukan dari dimensi histories
ansih, melainkan dari dimensi agama kisah merupaka metode Tuhan dalam rangka
menyampaikan ajaran yang terkandung di dalamnya. Bahkan Al-Qur`an juga memberi
informasi terhadap kejadian-kejadian yang bakal terjadi, misalnya kemenangan
bangsa Romawi atas bangsa Persia pada masa sekitar sembilan tahun sebelum
peristiwa tersebut terjadi. Juga cerita tentang datangnya seekor binatang yang
dapat bercakap-cakap menjelang hari kiyamat, yang terdapat dalam surat An-Naml
27: 82.27
Artinya : Dan apabila perkataan Telah jatuh atas mereka,
kami keluarkan sejenis binatang melata dari bumi yang akan mengatakan kepada
mereka, bahwa Sesungguhnya manusia dahulu tidak yakin kepada ayat-ayat Kami.
Manna’Kholil Khattan menyebutkan macam-macam kisah yang
terdapat di Al-Qur`an. Pertama, kisah-kisah para Nabi dan segala hal yang
menyangkut perjuangannya. Seperti Nabi Nuh AS, Ibrahim AS, Musa AS, Isa AS,
Muhammad SAW. dan seterusnya. Kedua, kisah-kisah yang berhubungan dengan masa
lulu dan orang-orang yang belum bias dipastikan kenabiaanya. Misalnya kisah
beribu-ribu orang yang pergi dari kampungnya karena takut mati, kisah Talut dan
Jalut, dua orang putra Adam, Ashaabul kahfi, Zulkarnain, ashaabul Sabt, Karun
dan lain-lainnya. Ketiga, kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi
pada Nabi Muhammad SAW. seperti perang badar, prang uhud, perang Hunain, perang
Ahzab, tentang Isra` dan Mi’raj dan lain-lain.28
Sementra diantara kritikus baik dari orientalis maupun
oksidentalis ada yang meragukan. Salah satunya seperti yang dikutip
Manna’Kholil Khattan, bahwa salah satu kandidat doctor di Mesir mengajukan
judul Al Fannul Qasasiy fil Qur`an, yang intinya dalam disertasi tersebut
menyatakan bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur`an merupakan karya seni yang tunduk
kepada daya cipta dan kreatifitas kaidah-kaidah seni, tanpa harus memegangi
sisi kebenaran sejarah. Dari pernyataan ini jelas sekali bahwa ia meragukan
kebenaran terhadap kisah-kisah dalam Al-Qur`an.29
Dalam Al-Qur`an surat Al-Hadid (57) :26 disebutkan:
Artinya : “Dan Sesungguhnya kami Telah mengutus Nuh dan
Ibrahim dan kami jadikan kepada keturunan keduanya kenabian dan Al kitab, Maka
di antara mereka ada yang menerima petunjuk dan banyak di antara mereka fasik”.
Barang kali kita merasa tertohok jika ada orang bertanya
kapan dan dimana Nabi Nuh itu hidup adakah bukti-bukti secara empiris terhadap
hal itu?. Untuk menelusuri pertanyaan ini kita dapat murujuk pada tradisi Islam
yaitu Al-Qur`an-hadis dan sebagainya, tradisi Semitis yang meliputi injil, data
arkeologis dan antropologis.
Al-Qur`an surat 11:44, mengisahkan bahwa perahu Nabi Nuh
terdampar di gunung Judy. Maulana Yusuf menafsirkan, gunung Judy terletak di
daerah yang meliputi distrik Bohran di Turki; yaitu dekat perbatasan Turki
sekarang dan Irak dan Syiria. Yakni pegunungan besar Plateau Ararat yang
mendomonasi distrik ini.
Dalam teradisi Islam dari Imam Abu al-Fida’ Al-Tadmuri
(Mattewhs 1949) dapat disimpulkan bahwa sejarah Nabi Nuh AS mulai sekitar 6000
tahun yang lalu atau 4000 SM. Sementara daerah sekitar seperti ayat di atas di
huni oleh penduduk lembah Trigis Hulu atau keturunan mereka. Di samping itu
pertemuan tadisi Islam dan Injil menguatkan hal tersebut. Menurut Al-Tadmuri
nabi Nuh mempunyai tiga putra yaitu Sam, Ham dan Yafat. Menurut tradisi Injil
dan Yahudi putra Nabi Nuh adalah Shem, Ham dan Japhet. Sementara Kanaan masih
polemic ada yang mengatakan termasuk putranya atau cucunya dari Ham, yang jelas
masih keluarga Nabi Nuh.30
Para sarjan Yahudi percaya bahwa Sam adalah cikal-bakal
kelompok ras yang umumnya sekarang disebut Timur Tengah. Ham dianggap sebagai
nenek moyang oaring yang tinggal di Afrika Utara sedangkan kanaan sebagai
asal-usul Canaanites yaitu Hittites, Amorites, Jebusites, Hivites, Girghasites
dan Perrizites. Dan Yafat dianggap sebagai bapak dari bangsa yang mendiami
daerah utara dan barat Palestina.
Keterangan yang mirip di tuturkan oleh Al-Tadmuri dalam
bukunya Muthir Al-Gharam Fi Fadl Zuyarat Al-Khalili dengan mengutip riwayat At-Tha’labi
bahwa Sam adalah bapak dari orang Arab, Parsi dan Yunani, Ham adalah bapaknya
orang Negro dan Yafat adalah bapaknya orang Turki, Barbar dan Ya’juj dan
Ma’juj.31
Dari perkawinan tradisi di atas nampak formasi kehidupan
Nabi Nuh sekaligus mempertegas terhadap kisah yang ada dalam Al-Qur`an bukanlah
mengada-ada. Meskipun dari sudut latar, setting, plot dan alur tidak jelas.
Karena Al-Qur`an tidak hendak me-narasi-kan suatu peristiwa dengan pendekatan
sastra. Dan menurut penulis eksistensinya Al-Qur`an sebagai satu kesatuan yang
tak dapat dipisahkan -terkait dengan masalah kisah-kisah ini- maka bila satu
kisah sudah dapat dibuktikan secara empiris maka ini sekaligus membuktikan
bahwa seluruh kisah dalam Al-Qur`an adalah benar dan non fiktif adanya.
6. Kemukjizatan Al-Qur`an dari aspek Tasyri’ (hukum)
Tak kalah menakjubkan lagi ketika Al-Qur`an berbicara
tentang hukum(tasyri’) baik yang bersifat individu, sosial(pidana, perdata,
ekonomi serta politik) dan ibadah. Sepanjang sejarah peradaban umat, manusia
selalu berusaha membuat hukum-hukum yang mengatur sekaligus sebagai landasan
hidup mereka dalam kehidupan mereka. Namun demikian hukum-hukum tersebut selalu
direkonstruksi diamandement bahkan dihapuskan sesuai dengan tingkat kemajuan
intelekstualitas dan kebutuhan dalam kehidupan sosial yang semakin kompleks.
Perkara ini tak berlaku pada Al-Qur`an. Hukum-hukum Al-Qur`an selalu
kontekstual berlaku sepanjang hayat, dimanapun dan kapanpun karena Al-Qur`an
datang dari Zat yang Maha Adil lagi Bijaksana.
Dalam menetapkan hukum Al-Qur`an menggunakan cara-cara
sebgai berikut; pertama, secara mujmal. Cara ini digunakan dalam banyak urusan
ibadah yaitu dengan menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian pula tentang
mu’amalat badaniyah Al-Qur`an hanya mengungkapkan kaidah-kaidah secara
kuliyah.sedangkang perinciannya diserahkan pada As-Sunah dan ijtihad para
mujtahid. Kedua, hukum yang agak jelas dan terperinci. Misalnya hukum jihad,
undang-undang peranghubungan umat Islam dengan umat lain, hukum tawanan dan
rampasan perang. Seperti QS. At-Taubah 9:41. Ketiga, jelas dan terpeinci.
Diantara hukum-hukum ini adalah masalah hutang-piutang QS. Al-Baqarah,2:282.
Tentang makanan yang halal dan haram, QS. An-Nis` 4:29. Tentang sumpah, QS.
An-Nahl 16:94. Tentang perintah memelihara kehormatan wanita, diantara QS.
Al-Ahzab 33:59. dan perkawinan QS. An-Nisa` 4:22.32
Yang menarik diantara hukum-hukum tersebut adalah bagaimana
Tuhan memformat setiap hukum atas dasar keadilan dan keseimbangan baik untuk
jasmani dan rohani, individu maupun sosial sekaligus ketuhanan. Misalnya shalat
yang hukumnya wajib bagi setiap muslim yang sudah aqil-balig dan tidak boleh
ditinggalkan atau diganti dengan apapun. Dari segi gerakan banyak penelitian
yang ternyata gerakan shalat sangat mempengaruhi saraf manusia, yang intinya
kalau shalat dilakukan dengan benar dan khusuk (konsentrasi) maka dapat
menetralisir dari segala penyakit yang terkait dengan saraf, kelumpuhan
misalnya. Juga shalat yang kusuk merupakan bentuk meditasi yang luar biasa,
sehingga apabila seseorang melakukan dengan baik maka jiwanya akan selamat dari
goncangan-goncangan yang mengakibatbatkan sters hingga gila.
Dalam konteks sosial shalat mampu mencegah perbuatan keji
dan mungkar seperti dalam QS. Al-‘Ankabut 29: 45,
Artinya :
45. Bacalah apa yang Telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al
Kitab (Al Quran) dan Dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
yang kedua perbuatan tersebut merupakan biang kerok penyakit
sosial. Semua bentuk kejahatan sosial seperti politik kotor, korupsi,
kriminalitas pelecehan seksual yang semua itu disebabkan oleh nafsu (potensi)
syaitoniyah dan shalat adalah obat mujarab untuk itu. Contoh lain misalnya
Al-Qur`an Ali iIran 2:159 yang menanamkan sistem hukum sosial dengan berdasar
pada azas musyawarah.
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah
mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam
urusan itu[33]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertawakkal kepada-Nya.
Ayat diatas menganjurkan untuk menyelesaikan semua problem
sosial dengan azaz musyawarah agar dapat memenuhi keadilan bersama dan tidak
ada yang dirugikan. Nilai yang dapat diambil adalah bagaimana manusia harus
mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kelompoknya, karena hasil
keputusan dengan musyawarah adalah keputusan bersama. Dengan demikian keutuhan
masyarakat tetap terjaga. Ayat selanjutnya apabila sudah sepakat dan saling
bertanggung jawab maka bertawakkal kepada Allah. Hal ini mengindikasikan harus
adanya kekuasaan mutlak yang menjadi sentral semua hukum dan sistem tata nilai
manusia.
Demikianlah karakteristik sekaligus rahasia hukum-hukum
Tuhan yang selalu menjaga keadilan dan keseimbangan baik individu, sosial dan
ketuhanan yang tak mungkin manusia mampu menciptakan hukum secara kooperatif
dan holistic. Oleh karena itu tak salah bila seorang Rasyid Rida -sebagaimana
dikutip oleh Quraish Shihab- mengatakan dalam Al-Manarnya bahwa petunujuk
Al-Qur`an dalam bidang akidah, metafisika, ahlak, dan hukum-hukum yang
berkaitan dengan agama, sosial, politik dan ekonomi merupakan pengetahuan yang
sangat tinggi nilainya. Dan jarang sekali yang dapat mencapai puncak dalam
bidang-bidang tersebut kecuali mereka yang memusatkan diri secara penuh
danmempelajarinya bertahun-tahun. Padahal sebagaimana maklum Muhammd sang
pembawa hukum tersebut adalah seorang Ummy dan hidup pada kondisi dimana ilmu pengetahuan
pada masa kegelapan.
BAB IV KESIMPULAN
Al-Quran turun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dari 17
Ramazan tahun 41 dari kelahiran Nabi sampai 9 Zulhijjah Haji wada`tahun 63 dari
kelahiran Nabi atau 10 H Al-Quran turun melalui tiga tahap yaitu
Al Quran turun sekaligus dari Allah ke Lukh mahfudh, Al- Quran turun
dari laukh mahfudh ke bait Al- izzah dan Al-Quran turun dari bait Al- izzah ke
hati Nabi melalui perantara Jibril dengan berangsur-angsur, kadang satu ayat,
dua ayat, bahkan satu surat
Berbagai metode penulisan Al Qur’an dari masa ke masa dilakukan untuk menjaga
keaslian Al Qur’an hingga akhir zaman.
Menanggapi masalah definisi mukjizat yang telah dihadirkan
para ulama, penulis lebih cenderung pada makna “bukti”, hal ini didasarkan pada
bahwa kata “mukjizat” tidak ditemukan dalam al-quran melainkan kata “ayat”.
Bukti-bukti inilah yang luar biasa sehingga manusia khusunya masyarakat Arab
ketika itu bertekuk lutut atau paling tidak sebenarnya mereka mengakuinya.
Diantara bukti-bukti yang luar biasa tersebut adalah pada aspek kebahasaannya,
isyarat-isyarat ilmiyah dan muatan hukum yang terkandung didalamnya.
Ditilik dari kebahasaan, Al-Qur`an mempunyai kandungan makna
luar biasa baik yang dihasilkan dari pemilihan kata, kalimat dan hubungan antar
keduanya, efek fonologi terhadap nada dan irama yang sangat berpengaruh
terhadap jiwa penikmatanya atau efek fonologi terhadap makna yang ditimbulkan
serta deviasi kalimat yang sarat makna. Ditambah lagi adanya keseimbangan
redaksinya serta keseimbangan antara jumlah bilangan katanya. Sehingga tak
heran bila Al-Qur`an menempatkan dirinya sebagai seambrek simbul yang sangat
kominikatif lagi fenomenal.
Tak kalah serunya Al-Qur`an dilihat dari demensi ilmiyah.
Bagaimana Al-Qur`an mendiskripsikan tentang reproduksi manusia, hal ihwal
proses penciptaan alam beserta frora dan faunanya tentang awan peredaran
matahari dan seterusnya yang semua itu dapat dibuktikan keabsahannya melalui
kacamata ilmiyah, sehingga menujukkan bahwa Al-Qur`an sejalan dengan rasio dan
akal manusia.
Adanya kisah-kisah misterius dalam Al-Qur`an, menempatkannya
sebagai ajaran kehidupan yang mencakup total tata nilai mulai hulu peradaban
umat manusia hingga hilirnya. Bahwa peristiwa-peristiwa tersebut sengaja
dihadirkan oleh Tuhan agar manusia mampu menjadikannya sebagai ‘ibrah
kehidupan. Ia merupakan sebuah metode yang dipilih Tuhan untuk menuangkan nilai
yang terkandung didalamnya.
Keistimewaan Al-Qur`an yang paling esensi adalah petunjuk
hukum secara kooperatif, komprehensif dan holistik baik yang berkenaan masalah
akidah, agama, sosial, pilitik dan ekonomi yang secara umum bertolak pada azaz
keadilan dan keseimbangan, baik secara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat
atau manusia sebagai indifidu, social masyarakat atau dengan Tuhannya.
Demikianlah yang dapat penulis paparkan dan akhirnya wallahu ‘alam bish-shawab.
DAFTAR PUSTAKA
Rosihan Anwar. 2004. Ulumul Quran . Bandung : Pustaka Setia
Al- Shalih Subhi. 1990. Mabahis Fi
Uluimil Quran . Jakarta: Tim Pustaka
Al-Qur`an Terjemah versi مجمع
الملك المدينة المنورة 1418 H
Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 596, Balai
Pustaka Jakarta, Cet. Ke II 1989
M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Qur`an, Misan Bandung,
cetakan V April 1999
Manna’ Khalil al_Qattan, Studi Ilmu Qur’an ( terjamahan dariمباحث في علوم
القرآن ), Litera Antar
Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998
Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Qur`an Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002
Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Qur`an, Titan Ilahi Perrs
yogyakarta cetakan 1 November 1997
M. Syahrur, al-Kitab wa Al-Qur`an (qiraatun mu’asharatun),
Syarikah Al-matbuu’ah littauzii’ wa an-nasyr Beirut Libanon cetakan ke VI 2000.
Ahmad Ash Showy (et.al) Mukjizat Al-Qur`an dan As-Sunah
tentang IPTEK, GP Jakarta cet. Ke IV 1999
1 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal 23
2 Dekdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hal 596, Balai
Pustaka Jakarta, Cet. Ke II 1989
3 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal 23
4 Manna’ Khalil al_Qattan, Studi Ilmu Qur’an ( terjamahan
dariمباحث في علوم القرآن
), Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998 hal.
371
5 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal. 24
6 Dalam Al-quran versi مجمع
الملك المدينة المنورة diterjemahan . Padahal belum datang kepada
mereka penjelasannya , hal ini mengandung arti bahwa sebenarnya akal manusia
mampu menerima kebenaran atas ayat-ayat Allah khususnya yang terkait dengan
al-quran sebagai mukjizat atas isi dan susunan bahasanya. Karena dalam hal ini
bahwa keluarbiasaan tersebut berlaku di alam untuk manusia.
7 Manna’ Khalil al_Qattan, (Studi Ilmu Qur’anterjemahan dari
مباحث في علوم القرآن
), Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998 hal.
375
8 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002,
hal. 30
9 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal. 24
10 Lih. M. Syahrur dalam bukunya al-Kitab wa al-Quran
(qiraatun mu’sharatun), Syarikah Al-matbuu’ah littauzii’ wa an-nasyr Beirut
Libanon cetakan ke VI 2000. hal 179
11 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal. 36-37
12 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002,
hal. 31
13 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal. 90
14 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002,
hal. 33-34
15 Lihat Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, Titan
Ilahi Pers yogyakarta cetakan 1 November 1997, hal. 39-41
16 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal. 119
17 Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, Titan Ilahi
Perrs yogyakarta cetakan 1 November 1997, hal. 45-46
18 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan
V April 1999, hal. 97
19 Shihabuddin Qulyubi, Stilistika Al-Quran, Titan Ilahi
Perrs yogyakarta cetakan 1 November 1997, hal. 54
20 Ibid. hal. 60
21 M. Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung,
cetakan V April 1999, hal. 141-142
22 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002,
hal. 35
23 Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan
V April 1999, hal. 166-170
24 Ibid. hal 171-172
25 Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, Mukjizat Al-Qur`an dan
As-Sunah tentang IPTEK, GP Jakarta cet. Ke IV 1999, hal 122
26 Ibid, hal. 180
27 Quraish Shihab, Mukjizat Al-Quran, Misan Bandung, cetakan
V April 1999, hal. 194
28 Manna’ Khalil al_Qattan, (Studi Ilmu Qur’an مباحث في علوم
القرآن terjemahan dari ),
Litera Antar Nusa dan Pustaka Ilmiyah, IKAPI Yogyakarta, cetakan V 1998 hal.
436
29 Ibid, hal. 438-439
30 Zaghul Raghib Muhammad Al Najar, Mukjizat Al-Qur`an dan
As-Sunah tentang IPTEK, GP Jakarta cet. Ke IV 1999, hal 67-68
31 Ibid. hal 68-69
32 Prof. DR. H. Said Aqil Munawar, MA, Al-Quran Membangun
Tradisi Kesalehan Hakiki, Ciputat Press Jakarta, Cetakan ke 2 Agustus 2002,
hal. 49-52
33 Maksudnya urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah
lainnya, seperti urusan politik, ekonomi dan hal-hal kemasyarakatan lainnya.
Terjemahan Al-quran versi مجمع
الملك المدينة المنورة 1418. hal. 103
Sumber : rinastkip.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar